Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata
dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm.[1] Pada bidang fisika,
cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang
kasat mata maupun yang tidak.Cahaya adalah paket partikel yang disebut foton.
Kedua definisi di atas adalah sifat yang ditunjukkan cahaya secara
bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya
yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera
penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan
optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern.
Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang
mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang
gelombang, polarisasi dan fasa cahaya. Sifat-sifat cahaya dan
interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial
geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik
fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi.
Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris
(en:geometrical optics) dan optika fisis (en:physical optics).
Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang
elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak
tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katoda, tahun 1859
dengan teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877
Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat
menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori radiasi massa
hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi yang
teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang
disebut elemen energi, E. Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat
percobaan efek fotoelektrik, cahaya yang menyinari atom mengeksitasi
elektron untuk melejit keluar dari orbitnya. Pada pada tahun 1924
percobaan oleh Louis de Broglie menunjukkan elektron mempunyai sifat
dualitas partikel-gelombang, hingga tercetus teori dualitas
partikel-gelombang. Albert Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat
postulat berdasarkan efek fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta
yang disebut foton yang mempunyai sifat dualitas yang sama. Karya
Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan Nobel
masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum
mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner
Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born, John von Neumann,
Paul Dirac, Wolfgang Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan lain-lain.
Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan
sebagai dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran
partikel yang disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada
tahun 1953 dengan ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun
1960.
Era optika modern tidak serta merta mengakhiri era optika klasik, tetapi
memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.
Cahaya merupakan sejenis energi berbentuk gelombang elektromagnetik yang
bisa dilihat dengan mata. Cahaya juga merupakan dasar ukuran meter: 1
meter adalah jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada 1/299,792,458
detik. Kecepatan cahaya adalah 299,792,458 meter per detik. Cahaya diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matahari adalah sumber
cahaya utama di Bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat
makanan.
Sifat-sifat cahaya ialah, cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya
adalah kita dapat melihat sebuah lampu yang menyala dari segala penjuru
dalam sebuah ruang gelap. Apabila cahaya terhalang, bayangan yang
dihasilkan disebabkan cahaya yang bergerak lurus tidak dapat berbelok.
Namun cahaya dapat dipantulkan .
Teori tentang cahaya
1.
Teori Impuls oleh Rene Descartes
Menurut Descartes, perambatan cahaya dapat
dianalogikan dengan perambatan suatu impuls mekanik dari tongkat orang buta
yang waktu berjalan menyodok-nyodokkan tongkat terhadap berbagai benda.
Menurutnya cahaya merupakan suatu impuls yang merambat dengan cepat dari satu
tempat ke tempat lain.
2.
Teori Emisi oleh Sir Isac Newton (1642-1722)
Newton mengembangkan teori Descartes bahwa cahaya
terdiri dari partikel-partikel. Menurutnya, benda bersinar mengeluarkan
partikel-partikel secara tetap ke segala arah dengan lurus. Jika partikel
dianggap tidak bermassa, maka benda
bersinar tidak akan kehilangan massa hanya karena memancarkan cahaya, dan
cahaya itu sendiri tidak dipengaruhi oleh gravitasi
3.
Teori Gelombang oleh Christian Huygens
(1629-1695)
Christian
Huygens dan Robert Hooke merupakan ilmuwan pendukung yang paling bersemangat
dari teori impuls cahaya. Kemudian, mereka menyempurkan teori tersebut sehingga
lahiriah teori gelombang cahaya. Pada tahun 1678, Huygens menyatakan bahwa
perambatan gelombang apa pun melalui ruang dapat digambarkan dengan suatu
metode geometris yang dikenal dengan prinsip Huygens, yaitu :
“setiap titik
pada muka gelombang (wavefront) dapat dipandang sebagai sebuah sumber titik
yang menghasilkan gelombang sferis sekunder. Setelah waktu t, posisi muka
gelombang yang baru adalah permukaan selubung yang menyinggung semua gelombang
sekunder ini.
4. Percobaan
Thomas Young (1773-1829) dan Agustin Fresnel (1788-1827)
Thomas Young dan
Agustin Fresniel melakukan percobaan dengan dua celah. Dari hasil percobaan
mereka menyatakan bahwa cahaya dapat melentur dan berinterferensi, dan
peristiwa ini tidak dapat diterangkan dengan teori partikel (emisi) Newton.
5. Percobaan
Jean Beon Foucault (1819-1868)
Menurut hasil
percobaan Foucault, bahwa cepat rambat cahaya dalam zat cair lebih kecil
dibandingkan dengan cepat rambat cahaya di udara. Hal ini juga bertentangan
dengan teori emisi Newton, tetapi mendukung teori gelombang Huygens. Sehingga
pendapat cahaya adalah gelombang semakin diakui.
6. Percobaan
James Clerk Maxwell (1831-1879)
Maxwell
menemukan bahwa perubahan medan listrik menimbulkan medan magnet, dan
sebaliknya perubahan medan magnet menghasilkan medan listrik secara bergantian.
Kedua medan selalu merambat bersama-sama dan saling tegak lurus sehingga
menghasilkan gelombang elektromagnetik. Maxwell juga menemukan empat persamaan
dasar yang disebut persamaan Maxwell.
Maxwell
menyatakan bahwa cepat rambat gelombang-gelombang elektromagnetik sama dengan
cepat rambat cahaya. Jadi, ia berkesimpulan bahwa cahaya adalah gelombang
elektromagnetik.
7. Percobaan
Heinrick Rudolf Hertz (1857-1894)
Orang yang
pertama kali menguji hipotesa Maxwell adalah Heindrick Rudolf Hertz. Percobaan
Hertz ini menggunakan sepasang vibrator muatan listrik yang bergetar dengan
frekuensi yang tinggi kira-kira 100 MHz. Frekuensi ini adalah gelombang
elektromagnetik pada rentang gelombang radio pendek (FM) dan televisi.
Hasil eksperimen
lainnya yang dilakukan Hertz adalah mengenai pengukuran kecepatan dari
gelombang frekuensi radio. Gelombang frekuensi radio yang frekuensinya
diketahui, dipantulkan pada sebuah lembaran logam sehingga menciptakan suatu
pola interferensi yan titik simpulnya dapat dideteksi
8. Percobaan
Pieter Zeeman (1852-1943)
Hasil percobaan
yang dilakukan Zeeman tentang pengaruh medan magnet yang kuat terhadap berkas
cahaya. Percobaan Zeeman ini memperkuat pembuktian Maxwell.
9. Percobaan
Johanes Stark (1874-1957)
Hasil percobaan
yang telah dilakukan Stark adalah medan listrik yang sangat kuat dapat
berpengaruh terhadap berkas cahaya. Hasil ini juga memperkuat kesimpulan
Maxwell.
10. Percobaan
Albert Abraham Michelson (1852-1931) dan Edward Williams Morley (1838-1923)
Percobaan
Michelson dan Morley membuktikan bahwa tidak ada eter. Pada saat itu orang
berpendapat bahwa cahaya merambat di udara dalam zat yang dinamakan eter
(medium cahaya). Hasil percobaan ini telah mengoreksi teori Fresnell bahwa
cahaya merambat dengan medium eter. Percobaan ini mengubah pendapat orang saat
itu.
11. Percobaan
Max Karl Ernest Ludwig Planck (1858-1947)
Dengan teori dan
percobaan tentang radiasi, Max Planck berkesimpulan bahwa cahaya adalah
partikel-partikel kecil yang dinamakan kuanta. Teori ini dinamakan teori
kuantum cahaya. Kuantum energi cahaya disebut foton. Kuantum adalah jama dari
kuanta.
12. Teori
Albert Einstein (1879-1955)
Dengan teori ini
gejala fotolistrik dapat diterangkan bahwa cahaya memiliki sifat sebagai
pantulan dan juga bersifat sebagai gelombang elektromagnetik yang disebut sifat
dualisme.
0 komentar:
Posting Komentar