Written by Majalah As Sunnah | |
Pendapat Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan ditanya masalah ini, dengan teks
pertanyaan sebagai berikut: Banyak pembicaraan tentang nasyid-nasyid
Islami. Disana ada orang yang memfatwakan tentang bolehnya. Dan ada
juga yang menyatakan, bahwa nasyid-nasyid Islami itu sebagai ganti
kaset-kaset lagu-lagu. Maka, bagaimanakah pendapat anda (wahai
Syaikh) yang terhormat?
Beliau menjawab,Penamaan ini tidak benar. Itu
merupakan penamaan yang baru. Tidak ada yang dinamakan nasyid-nasyid
Islami di dalam kitab-kitab Salaf, dan para ulama yang perkataannya
terpercaya. Yang telah dikenal, bahwa orang-orang Shufi-lah yang
telah menjadikan nasyid-nasyid sebagai agama bagi mereka. Itulah yang
mereka namakan dengan samaa'.
Pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya: Apa hukum mendengarkan nasyid-nasyid? Bolehkah seorang da'i mendengarkan nasyid-nasyid Islami?
Beliau menjawab, Aku sudah lama mendengar nasyid-nasyid islami, dan
tidak ada padanya sesuatu yang harus dijauhi. Tetapi, akhir-akhir ini
aku mendengarnya, lalu aku mendapatinya (telah) dilagukan dan
didendangkan menurut irama lagu-lagu yang diiringi musik. Maka
nasyid-nasyid dalam bentuk seperti ini, aku tidak berpendapat: orang
boleh mendengarkannya.
Namun, jika nasyid-nasyid itu spontanitas, dengan tanpa irama dan lagu,
maka mendengarkannya tidak mengapa. Tetapi dengan syarat, tidak
menjadikannya kebiasaan selalu mendengarkannya.
Syarat yang lain. Janganlah menjadikan hatinya (seolah) tidak
memperoleh manfaat, kecuali dengannya, dan tidak mendapatkan nasihat
kecuali dengannya. Karena dengan menjadikannya kebiasaan, maka ia
telah meninggalkan yang lebih penting. Dan dengan tidak memperoleh
manfaat, serta tidak mendapatkan nasihat kecuali dengannya, berarti
ia menyimpang dari nasihat yang paling agung. Yaitu, apa-apa yang
tersebut di dalam kitab Allah dan Sunnah RasulNya.
Jika terkadang ia mendengarkannya (nasyid yang tidak mengandung
larangan), atau ketika ia sedang menyopir mobilnya di perjalanan, dan
ingin menghibur dalam perjalanan, maka ini tidak mengapa.[Kitab Ash
Shahwah Al Islamiyyah, hal. 123. Disusun Abu Anas Ali bin Hasan Abu
Luz; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 39]
Di tempat lain beliau berkata,Melagukan nasyid Islam adalah melagukan
nasyid yang bid'ah, yang diada-adakan oleh orang-orang Shufi. Oleh
karena inilah sepantasnya meninggalkannya, dan beralih kepada
nasihat-nasihat Al Qur'an dan As Sunnah.
Demi Allah, kecuali jika hal itu pada tempat-tempat peperangan untuk mengobarkan keberanian dan jihad fii sabilillah, maka ini baik. Jika nasyid itu diiringi dengan rebana (apalagi alat musik yang lain-pen), maka hal itu lebih jauh dari kebenaran.[Dari Fatawa Aqidah, hal. 651, no: 369, Penerbit Maktabah As Sunnah; Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 40.]
Pendapat Syaikh Ahmad bin Yahya bin Muhammad An Najmi
Beliau berkata,Kritikan ke sembilan belas (terhadap manhaj-manhaj
dakwah yang ada di kalangan kaum muslimin, pen); Memperbanyak
nasyid-nasyid, pada waktu malam dan siang, dan menyanyikannya. Yaitu
melagukannya.
Aku
tidak mengharamkan mendengarkan sya'ir, karena Nabi pernah
mendengarkannya. Tetapi mereka itu -dalam masalah nasyid- meniti
jalan orang-orang Shufi dalam nyanyian mereka -yang menurut anggapan
mereka- membangkitkan perasaan.
Ibnul Jauzi telah menyebutkan di dalam kitab Naqdul Ilmi wal Ulama,
hal. 230, dari Asy Syafi'i yang berkata,'Aku meninggalkan Iraq,
(sedangkan di sana) ada sesuatu yang diada-adakan oleh Zanadiqah
(orang-orang munafiq, menyimpang). Mereka menyibukkan manusia
dengannya dari Al Qur'an. Mereka menamakannya dengan taghbiir.'
(Ibnul Jauzi menyatakan) Abu Manshur Al Azhari mengatakan,'Al Mughbirah ialah satu kaum yang mengulang-ulang dzikrullah, doa, dan permohonan (kepada Allah). Sya'ir tentang dzikrullah yang mereka nyanyikan disebut taghbiir. Seolah-olah ketika orang banyak menyaksikan sya'ir-sya'ir yang dilagukan itu, mereka bergoyang dan berdansa. Maka, merekapun dinamakan mughbirah dengan makna ini.'
Az Zujaj berkata,'Mereka dinamakan mughbirin (orang-orang yang
melakukan taghbiir), karena mereka mengajak manusia zuhud dari barang
fana di dunia ini, dan mendorong mereka tentang akhirat.'
Aku
(Syaikh Ahmad bin Yahya) katakan: Perkara orang-orang Shufi itu
mengherankan. Mereka menyangka mengajak manusia zuhud di dunia ini
dengan nyanyian, dan mendorong mereka tentang akhirat dengan
nyanyian. Apakah nyanyian itu menyebabkan zuhud di dunia ini, dan
mendorong masalah akhirat? Atau sebaliknya itu yang benar?!
Aku tidak ragu, dan semua orang yang memahami dari Allah dan RasulNya
tidak meragukan. Bahwasanya nyanyian hanyalah akan mendorong kepada
dunia dan menjadikan zuhud terhadap akhirat, juga merusak akhlak.
Pendapat Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Asy Syaikh
Adapun mendengarkan nyanyian-nyanyian yang dilagukan dan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud; inilah yang dinamakan pada zaman dahulu dengan taghbiir. Hal itu, sejenis memukul kulit dan menyanyikan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud. Dilakukan oleh sekelompok orang-orang Shufi untuk menyibukkan manusia dengan qasidah-qasidah yang mendorong kepada negeri akhirat dan zuhud di dunia, meninggalkan nyanyian (umum), kemaksiatan, dan semacamnya.
Para ulama telah mengingkari taghbiir dan mendengarkan qasidah-qasidah
yang dilagukan, yakni dengan lagu-lagu bid'ah. Lagu-lagu orang-orang
Shufi yang menyerupai nyanyian. Para ulama memandangnya termasuk
bid'ah. Alasan, bahwa hal itu bid'ah, (sudah) jelas. Karena hal itu
ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Padahal sudah
diketahui, bahwa mendekatkan diri kepada Allah tidak boleh kecuali
dengan apa yang Dia syari'atkan. Inilah qasidah-qasidah yang dilakukan
pada zaman dahulu. Dan pada zaman sekarang diambil oleh orang-orang
Shufi. Ini adalah bid'ah, yang diada-adakan. Tidak boleh melembutkan
hati dengannya. [Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid,
hal. 44.]
Pendapat Syaikh Bakr Abu Zaid
Beribadah dengan sya'ir dan bernasyid dalam bentuk dzikir, doa, dan wirid-wirid merupakan bid'ah yang baru. Pada akhir-akhir abad dua hijriyah, orang-orang zindiq memasukkannya ke dalam kaum muslimin di kota Baghdad dengan nama taghbiir. Asalnya dari perbuatan Nashara dalam peribadahan-peribadahan mereka yang bid'ah dan nyanyian-nyanyian mereka.
Bahkan jelas bagiku, bahwa beribadah dengan menyanyikan sya'ir,
mengucapkannya sebagai mantra, termasuk warisan-warisan paganisme
Yunani sebelum diutusnya Nabi Isa. Karena kebiasaan orang-orang
Yunani dan orang-orang musyrik yang lain mendendangkan nyanyian
permohonan perlindungan dan mantra-mantra kepada Hurmus di
majelis-majelis dzikir.
Maka lihatlah, bagaimana bid'ah ini menjalar kepada orang-orang Shufi
yang bodoh dari kalangan kaum muslimin dengan sanad paling rusak yang
dikenal dunia, yaitu orang zindiq, dari orang Nashrani, dari orang
musyrik. Setelah ini, bolehkah seorang muslim menjadikan nasyid
sebagai wirid, tugas dalam dzikir, hijb, dan mantra? [Dari kitab
Tash-hihud Du'a, hal. 96; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil
Anasyid, hal. 45.]
Sebelumnya, beliau juga menyebutkan bid'ah-bid'ah yang banyak dilakukan
oleh orang-orang yang berdzikir dan berdoa, sebagai berikut:
Demikianlah diantara fatwa-fatwa ulama tentang nasyid. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
(sumber: Majalah As Sunnah Edisi 12/Tahun VI/1423H-2003M)
|
0 komentar:
Posting Komentar